Ketika di sebutkan nama imam syafi’i, hampir seluruh kaum
muslimin Indonesia mengenal beliau dan bangga terhadap beliau. Bagaimana tidak,
beliau adalah salah satu imam madzhab yang paling banyak di ikuti di negeri
ini. Bahkan madzhab syafi’i sendiri, sepertinya tidak bisa dipisahkan dengan
umat muslim Indonesia. Pendapat beliau dalam bidang fiqih banyak di jadikan rujukan
oleh kaum muslimin di tanah air, khususnya di pesantren-pesantren. Baik
pesantren tradisional maupun pesantren modern.
Mengenal dan membaca kisah hidup para ulama memberikan
kesan tersendiri pada hati. Betapa banyak hikmah dan faidah di ambil ketika
membaca kisah dan nasihat mereka. Bahkan hal ini seringkali lebih di senangi
daripada membaca hukum hukum yang mereka fatwakan. Imam Abu Hanifah
rahimahullah berkata,
«الحكايات عن العلماء ومجالستهم أحب إلي من كثير
من الفقه؛ لأنها آداب القوم وأخلاقهم»
“Kisah-kisah (keteladanan) para ulama dan duduk
di majelis mereka lebih aku sukai dari pada kebanyakan (masalah-masalah) fikh,
karena kisah-kisah tersebut (berisi) adab dan tingkah laku mereka (untuk
diteladani)”
Nama dan Nasab
Nama beliau Muhammad dengan kunyah Abu abdillah. Nasab
beliau secara lengkap adalah Muhammad bin Idris bin al-‘Abbas bin Ustman bin
Syafi’ bin as Saib bin ‘Ubayd bin Abdu Zayd bin Hasyim bin al-Muthalib bin
‘Abdu Manaf bin Qushay. Nasab beliau bertemu dengan Rasulullah pada ‘Abdu Manaf
bin Qushay. Dengan begitu, beliau termasuk sanak saudara Rasulullah.
Waktu dan Tempat Kelahiran Beliau
Beliau dilahirkan pada tahun 150 H. pada tahun itu
bertepatan dengan tahun wafatnya imam Abu Hanifah rahimahullah. Sehingga
dikatakan oleh para ulama, tahun tersebut adalah tahun wafatnya imam dan tahun lahirnya
imam.
Tentang tempat kelahirannya, banyak riwayat yang
menyebutkan beberapa tempat berbeda. Akan tetapi yang termahsyur dan disepakati
oleh ahli sejarah adalah kota ghazzah (sebuah kota yang terletak di perbatasan
wilayah syam ke arah mesir. Tepatnya di sebelah selatan palestina. Jaraknya
dengan kota asqolan sekitar dua farsakh).
Beliau wafat pada tahun 204 H. Dalam usia 54 tahun,
pada malam jumat setelah isya hari terakhir di bulan Rajab.
Perjalanan Imam Syafi’i Dalam Mencari
Ilmu
Di Mekkah, Imam Syafi ‘i dan ibunya tinggal di dekat
Syi’bu al-Khaif. Di sana, sang ibu mengirimnya belajar kepada seorang guru.
Sebenarnya ibunya tidak mampu untuk membiayainya, tetapi sang guru ternyata
rela tidak dibayar setelah melihat kecerdasan dan kecepatannya dalam menghafal.
Imam Syafi’i bercerita, “Di al-Kuttab (sekolah tempat menghafal Alquran),
saya melihat guru yang mengajar di situ membacakan murid-muridnya ayat Alquran,
maka aku ikut menghafalnya. Sampai ketika saya menghafal semua yang dia diktekan,
dia berkata kepadaku, ‘Tidak halal bagiku mengambil upah sedikitpun
darimu.’” Dan ternyata kemudian dengan segera guru itu mengangkatnya
sebagai penggantinya (mengawasi murid-murid lain) jika dia tidak ada.
Demikianlah, belum lagi menginjak usia baligh, beliau telah berubah menjadi
seorang guru.
Setelah rampung menghafal Alquran di al-Kuttab, beliau
kemudian beralih ke Masjidil Haram untuk menghadiri majelis-majelis ilmu di
sana. Sekalipun hidup dalam kemiskinan, beliau tidak berputus asa dalam menimba
ilmu. Beliau mengumpulkan pecahan tembikar, potongan kulit, pelepah kurma, dan
tulang unta untuk dipakai menulis. Sampai-sampai tempayan-tempayan milik ibunya
penuh dengan tulang-tulang, pecahan tembikar, dan pelepah kurma yang telah
bertuliskan hadits-hadits Nabi. Dan itu terjadi pada saat beliau belum lagi
berusia baligh. Sampai dikatakan bahwa beliau telah menghafal Alquran pada saat
berusia 7 tahun, lalu membaca dan menghafal kitab Al-Muwaththa’ karya
Imam Malik pada usia 12 tahun sebelum beliau berjumpa langsung dengan Imam
Malik di Madinah.
Beliau mendapatkan nasehat dari dua orang ulama, yaitu
Muslim bin Khalid az-Zanji -mufti kota Mekkah-, dan al-Husain bin ‘Ali bin
Yazid agar mendalami ilmu fiqih, maka beliau pun tersentuh untuk mendalaminya
dan mulailah beliau melakukan pengembaraannya mencari ilmu. Beliau mengawalinya
dengan menimbanya dari ulama-ulama kotanya, Mekkah, seperti Muslim bin Khalid,
Dawud bin Abdurrahman al-‘Athar, Muhammad bin Ali bin Syafi’ -yang masih
terhitung paman jauhnya-, Sufyan bin ‘Uyainah -ahli hadits Mekkah-, Abdurrahman
bin Abu Bakar al-Maliki, Sa’id bin Salim, Fudhail bin ‘Iyadh, dan lain-lain. Di
Mekkah ini, beliau mempelajari ilmu fiqih, hadits, lughoh,
dan Muwaththa’ Imam Malik.
Setelah mendapat izin dari para syaikh-nya untuk
berfatwa, timbul keinginannya untuk mengembara ke Madinah, Dar as-Sunnah, untuk
mengambil ilmu dari para ulamanya. Terlebih lagi di sana ada Imam Malik bin
Anas, penyusun al-Muwaththa’. Maka berangkatlah beliau ke sana menemui
sang Imam. Di hadapan Imam Malik, beliau membaca al-Muwaththa’ yang
telah dihafalnya di Mekkah, dan hafalannya itu membuat Imam Malik kagum
kepadanya. Beliau menjalani mulazamah kepada Imam Malik demi
mengambil ilmu darinya sampai sang Imam wafat pada tahun 179. Di samping Imam
Malik, beliau juga mengambil ilmu dari ulama Madinah lainnya seperti Ibrahim
bin Abu Yahya, ‘Abdul ‘Aziz ad-Darawardi, Athaf bin Khalid, Isma’il bin Ja’far,
Ibrahim bin Sa’d dan masih banyak lagi.
Nasihat Nasihat Imam Syafi’i rahimahullah
Ar-Rabi’ mengatakan: Aku mendengar Syafi’i mengatakan,
“Apabila kalian mendapati di dalam kitabku sesuatu yang bertentangan dengan
Sunnah Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ikutilah hal itu dan
tinggalkan pendapatku.”
Al-Buwaithi berkata: Aku mendengar Syafi’i mengatakan,
“Hendaklah kalian berpegang kepada para ulama hadits, sesungguhnya mereka
adalah manusia yang paling banyak kebenarannya.”
Dari nasihat beliau kita bisa mengambil faidah,
bahwasanya beliau menginginkan kita untuk berloyalitas hanya kepada Allah
ta’ala dan Rasulnya shallallahu alaihi wasallam. Karena sejatinya beliau
sebagai ulama yang menyampaikan hukum hukum yang bersumber dari Allah ta’ala
dan Rasulnya ‘alaihissallam. Penghormatan dan kecintaan kita diikat dengan
cinta kepada Allah dan Rasulnya. Dangan begitu, kita akan menempatkan posisi
ulama dalam posisi yang sebenarnya. Tidak berloyalitas berlebihan atau
meremehkan mereka rahimahullah.
باالله التوفيق
Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/61-imam-syafii-sang-pembela-sunnah-dan-hadits-nabi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar